Perusahaan Minyak Rusia, Zarubezhneft, Akan Keluar dari Proyek Raksasa di Wilayah Kerja Migas Tuna yang terletak di Laut China Selatan Indonesia, Inilah Penyebabnya
INTERNASIONAL
NEWScyber.id || JAKARTA - Perusahaan minyak dan gas bumi asal Rusia, Zarubezhneft (ZN), dilaporkan akan mengalihkan participating interest-nya (PI) atau Farm Out di wilayah kerja (WK) Migas Tuna yang terletak di Laut China Selatan. Keputusan ini diambil sebagai akibat dari sanksi yang diberlakukan oleh Uni Eropa (UE) dan Inggris terhadap perusahaan-perusahaan Rusia. Blok Tuna saat ini dikendalikan oleh perusahaan asal Inggris, Harbour Energy, melalui Premier Oil Tuna B.V., yang memiliki 50% saham, sementara Zarubezhneft menjadi mitra dengan 50% saham.
Benny Lubiantara, Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah SKK Migas, membenarkan kabar mengenai Farm Out dari Zarubezhneft dalam proyek raksasa Blok Tuna. Saat ini, Harbour Energy, sebagai perusahaan induk Premier Oil, sedang mencari mitra pengganti untuk menggarap Blok Tuna.
"Zarubezhneft memang akan Farm Out, sedang dalam proses. Harbour akan memiliki mitra baru, namun saat ini kita belum mengetahui siapa yang akan menjadi penggantinya. Bisa jadi perusahaan minyak nasional, tetapi kami belum mendapatkan informasi lebih lanjut," jelas Benny dalam Konferensi Pers, seperti yang dikutip pada Kamis (20/7/2023).
Benny juga menyatakan bahwa apabila proyek Blok Tuna berjalan, diperkirakan volume produksi gas di wilayah tersebut akan mencapai ratusan miliar kaki kubik (BCF) dan akan diekspor ke Vietnam. Selain itu, Blok Tuna juga memiliki potensi produksi minyak sekitar 20-30 ribu barel per hari.
"Blok Tuna memiliki potensi produksi gas ratusan BCF dan minyak sekitar 20-30 ribu barel per hari. Jika proyek ini berlanjut, produksi akan diekspor ke Vietnam karena dekat dengan wilayah tersebut," tambahnya.
Dalam hal efisiensi, Nanang Abdul Manaf, Wakil Kepala SKK Migas, menyebutkan bahwa ekspor migas ke Vietnam dipertimbangkan karena jarak distribusi lebih dekat daripada jika digunakan untuk kebutuhan domestik. Pengiriman ke Vietnam hanya memiliki jarak sekitar 300-an kilometer, sedangkan jika untuk kebutuhan domestik, jarak tempuh mencapai sekitar 600-an kilometer.
"Dari sisi biaya, distribusi ke Vietnam lebih efisien dan menarik karena jaraknya lebih pendek, hal ini tentunya menguntungkan proyek-proyek di wilayah tersebut," tambah Nanang.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, menjelaskan bahwa rencana pengembangan Blok Tuna masih menghadapi kendala dalam pembiayaan. Kontrak bagi hasil Cost Recovery menuntut seluruh pemegang hak partisipasi harus berbagi biaya proyek.
"Kendalanya saat ini terletak pada pembiayaan proyek, karena cost recovery dalam kontrak bagi hasil harus dibagi oleh para pemegang hak partisipasi. Namun, pembagian ini tidak bisa dilakukan oleh Harbour (induk Premier Oil) karena ada transaksi dengan Zarubezhneft (perusahaan Rusia). Oleh karena itu, saat ini Harbour yang membiayai proyek," ungkap Tutuka dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, seperti yang dikutip pada Senin (17/7/2023).
(RIO)